Showing posts with label Dunia Spritual. Show all posts
Showing posts with label Dunia Spritual. Show all posts

Buat Apa Berkerudung Kalau Kelakuan Rusak; Benarkah???

Buat Apa Berkerudung Kalau Kelakuan Rusak; Benarkah???

Buat Apa Berkerudung Kalau Kelakuan Rusak; Benarkah???

Perempuan yang baik adalah yang bagus agamanya, yang dimaksud ‘agamanya’ adalah agama dalam hati bukan dalam penampilan. Pertanyaan, “Berarti lebih bagus perempuan tidak berkerudung tapi baik kelakuannya (beragama) daripada perempuan berkerudung yang tidak beragama (tidak baik kelakuannya)? Jawab: “Yang lebih bagus adalah perempuan yang berkerudung dan beragama sekaligus.”

Kenapa?

Realitas memerlihatkan kepada kita bahwa perempuan berkerudung lebih banyak yang beragama ketimbang perempuan yang tidak memakai kerudung. 

Jika ada perempuan tak memakai kerudung tapi beragama(berakhlak), maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan tak berkerudung yang rata-rata kurang berakhlak.

Begitu pula jika ada perempuan berkerudung tapi tidak/kurang beragama, maka itu adalah pengecualian dari perempuan-perempuan berkerudung yang rata-rata beragama.

Kerudung adalah setengah petunjuk kalau wanita yang memakai kerudung tersebut adalah wanita beragama, setengahnya lagi adalah hati atau perilaku kesehariannya.

Bila perilaku keseharian seorang wanita muslimah sudah bagus namun belum berkerudung, segera lengkapi dengan kerudung, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna. Begitu pula jika seorang wanita muslimah sudah berkerudung, namun akhlak atau perilaku kesehariannya masih tidak baik, segera lengkapi dengan akhlak yang baik, agar setengahnya terlengkapi dan menjadi sempurna.

Jadi, jangan ada lagi orang yang berkata “Buat apa berkerudung kalau kelakuan seperti wanita tak beragama(tidak baik), lebih baik tidak berkerudung!!”

Pernyataan itu keliru karena beberapa alasan:

Pertama: Alasan Syar’i
Pernyataan tersebut sama dengan menyeru perempuan untuk melanggar apa yang telah Allah perintahkan kepada wanita muslimah. Di dalam Al-Quran Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Artinya:
33.59. “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kedua: Alasan Logis
Dikatakan sebelumnya bahwa wanita muslimah yang baik akhlaknya namun tak berkerudung baru setengahnya menunjukan kalau wanita tersebut beragama, karena setengahnya lagi adalah kerudung, berarti wanita yang tidak baik kelakuannya dan tidak berkerudung, tidak setengah pun menunjukan bahwa wanita tersebut beragama. Maka, bukankah ini lebih parah nilainya di mata agama? Oleh karena itulah pernyataan di atas tidak menjadi solusi yang tepat.

Solusi yang Tepat
Bagi wanita muslimah yang sudah berkerudung dan merasa kalau akhlak atau perilakunya masih jauh dari akhlak seorang wanita muslimah yang sebenarnya, tidak perlu terhasut dengan pernyataan “Buat apa pakai kerudung, kalau…. dst” lantas melepas kerudungnya karena malu.

Solusi yang bijak adalah, biarkan kerudung itu tetap melekat bersamanya sembari berusaha untuk terus mengadakan perbaikan akhlak atau perilakunya.

Pernyataan Lain
“Kerudungi hati dulu, baru kerudungi penampilan”. Jika pernyataan ini memang pernah terlontar dan pernah ada, alangkah bijak jika pernyataan ini kita rubah “Mengerudungi hati tak kalah penting dari mengerudungi penampilan”.

Tentang pernyataan pertama, dikarenakan perbaikan akhlak adalah proses berkesinambungan seumur hidup yang jelas bukan instan, dan dikarenakan tak ada yang dapat menjamin bagaimana dan seperti apa hari esok dalam kehidupan kita? Masih di atas bumi kah atau di dalam perutnya? Masih memijak kah atau dipijak? Maka menunda berkerudung dengan alasan memerbaiki akhlak dulu adalah sesuatu yang tidak semestinya dilakukan oleh wanita muslimah mana pun.

Adapun pernyataan kedua, memang demikian lah adanya, bacalah Al-Quran dan tadabburi maknanya, maka kita temukan bahwa hampir setiap kali Allah berfirman tentang wanita muslimah yang baik(beragama), isinya adalah tentang “Bagaimana seharusnya wanita muslimah itu berperilaku?” selebihnya adalah tentang “Bagaimana seharusnya wanita muslimah itu berpenampilan?”. Jika berkenan bacalah QS. An-Nur ayat 31, At-Tahrim ayat 5, 10, 11 dan 12, dan seterusnya.

Pernyataan berikutnya adalah:
“Kerudung itu bukan inti dari Islam!” Ya, saya pribadi setuju, memang bukan inti dari islam, tapi bagian penting dari Islam yang jika bagian itu tidak ada, maka terlalu sulit untuk dikatakan “Ini Islam” sama sulitnya untuk dikatakan “Ini bukan Islam”.

Dikatakan wanita muslimah sulit karena tidak pernah mau pakai kerudung, dikatakan bukan wanita muslimah juga sulit, karena salat, zakat dan ibadah-ibadah lainnya tetap dikerjakan, juga akhlaknya adalah akhlak wanita muslimah.

Kalau saya ibaratkan, hal ini seperti bangunan rumah yang tak nampak seperti rumah, namun lebih tampak seperti gudang; berjendela tanpa kaca, tanpa lantai ubin, dan tanpa atap dan seterusnya.

Dikatakan rumah sulit, karena dari luar hampir tak dapat dibedakan dengan gudang. Dikatakan bukan rumah juga sulit, karena ternyata penghuninya lengkap, pasangan suami isteri dan satu anak lelaki.

Jendela berkaca, pintu, atap, dan lantai ubin memang bukan bagian inti dari rumah, tapi tanpa adanya semua itu, sebuah bangunan akan kehilangan identitasnya sebagai rumah, konsekuensinya, orang-orang akan menyangka kalau bangunan tersebut adalah gudang tak berpenghuni.

Kerudung atau jilbab adalah identitas seorang muslimah (wanita beragama islam). Kerudung lah yang memberi isyarat kepada lelaki-lelaki muslim bahkan semua lelaki bahwa yang mengenakannya adalah wanita terhormat, sehingga sangat tidak pantas direndahkan dalam pandangan mereka, kata-kata mereka, maupun perbuatan mereka (para lelaki).

Allah Berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Artinya:
33.59. “Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Kesimpulan:
“Identitas seorang wanita muslimah itu adalah jilbab dan akhlaknya, akhlak tanpa jilbab kurang, sama kurangnya dengan jilbab tanpa akhlak”.

Islam Tidak Mengenal DuniaEntertainment (Hiburan)?

Islam Tidak Mengenal DuniaEntertainment (Hiburan)?

Islam Tidak Mengenal Dunia Entertainment (Hiburan)?

Audisi untuk menjadi entertain semakin marak dimana-mana, cara instan untuk cepat kaya tentunya. Tentang hiburan, apakah ada dalam islam konsep hiburan? apakah hiburan itu perlu dipermasalahkan?

Permasalahan pokoknya bukan pada entertainment itu sendiri, tp ap yang terjadi dengan entertainment trsbut? Konotasi entertainment seakan negatif di benak umat islam karena kita punya anggapan bahwa islam tidak mengenal dunia hiburan, padahal kita mengenal sudah sejak 14 abad yang lalu. Hal itu disyaratkan oleh banyak pernyataan dan penyikapan Nabi Muhammad saw tentang hiburan, diantaranya sebagai berikut:

Ketika Abu Bakar RA tidak setuju dengan nyanyian dua budak wanita pada hari raya di rumahnya dan mengusir keduanya, maka Nabi berkata kepada Abu Bakar, "Biarkan keduanya, wahai Abu Bakar, sesungguhnya hari ini adalah hari raya, agar orang-orang Yahudi mengetahui bahwa sesungguhnya di dalam agama kita ini ada hiburan."

Rasulullah SAW juga pernah mengizinkan kepada orang-orang Habasyah untuk bermain dengan tombak mereka di Masjid Nabawi pada hari-hari besar dan Nabi SAW mendorong mereka, "Di bawahmu wahai Bani Arfidah."

Rasulullah SAW memberi kesempatan kepada Aisyah RA untuk melihat mereka dari belakangnya, sedangkan mereka terus bermain dan menari, dan Nabi tidak memandang demikian itu sebagai dosa.

Pada suatu hari beliau pernah menegur suatu pesta perkawinan yang sepi-sepi saja, tidak disertai permainan atau lagu-lagu. Beliau mengatakan, "Mengapa tidak ada permainannya? Sesungguhnya kaum Anshar itu tertarik dengan permainan."

Di dalam sebagian riwayat Rasulullah SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak mengirimkan bersamanya orang yang menyanyi dan mengatakan. 'Kami telah datang kepadamu... kami telah datang kepadamu... (karena itu) sambutlah kami...,' sebagai ucapan selamat kami untukmu.

Dari hal diatas dapat kita ambil satu simpulan bahwa fitrah atau tabiat manusia dalam menyukai hiburan tidak dapat dimusnahkan, yang dapat kita lakukan adalah mengarahkannya atau menggantinya dengan yang lebih baik (beradab). sebagai bukti penguat; ketika Rasulullah saw sampai ke madinah, penduduk kota itu sedang merayakan hari raya dengan permainan. Beliau bertanya; “Dua hari raya apakah itu?” mereka menjawab “Di masa jahiliah dulu kami biasa mengadakan permainan-permainan dalam dua hari raya itu. Kemudian Rosul saw mengatakan “Alloh telah memberi penggantinya yang lebih baik bagi kalian, yaitu idul adha dan idul fitri (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad Anas, Ahmad bin Hambal dan An-Nasaiy)

Masalahnya saat ini peradaban yang sedang berkuasa adalah peradaban barat yang seluruh orientasinya adalah materi, yang punya prinsip al ghayah tubarrirul wasilah (menghalalkan segala cara/the end justifies the means), otomatis semua bidang termasuk seni dan hiburan dibuat sedemikian rupa untuk kepentingan materi semata tanpa memandang baik atau buruknya.

Masyarakat belum percaya bahwa jika islam yang memimpin (peradaban islam kembali) hiburan akan ada, yang terbayang dalam benak kebanyakan muslim adalah hukuman potong tangan, rajam dan sebagainya, padahal hukum pidana (hudud) hanya mengambil 5% saja dari keseluruhan hukum2 yang ada dalam syariah islam, itu pun untuk kemaslahatan, dengan syarat, proses dan ketentuan yang tidak asal dilaksanakan. Karenanya salah jika ada yang beranggapan misalkan bahwa jika islam berjaya, tak akan ada bioskop,.. keliru! justeru tetap ada, namun muatan filemnya penuh moral... misal lagi, kolam renang tidak akan ada, keliru, justeru diperbanyak, tapi dipisah antara lelaki dan perempuan. Wallahu'alam